Rabu, 21 Mei 2014

ultras paling berbahaya di itali


Derby della Capitale



the Derby della Capitale yang juga dikenal dengan sebutan il Derby Della Capitale, Derby del Cupolone, atau The Rome Derby dalam bahasa Inggris, adalah pertemuan antara tim sepak bola yang berbasis di ibu kota Italia, Roma. SS Lazio dan AS Rioma adalah kedua tim yang dimaksud.

Pertandingan ini telah dinilai sebagai derby paling sengit di Italia dibandingkan derby lokal lainnya seperti Derby della Madonnina (Milan) dan Derby della Mole (Turin), dan telah menjadi salah satu derby ibu kota terbesar dan terpanas di Eropa. Hal ini secara historis telah ditandai dengan kehadiran massa yang besar di stadion, panasnya persaingan, dan tentu saja kekerasan seperti aksi rasis saat pertandingan yang terjadi akhir-akhir ini.

Dua insiden ekstrim telah meninggalkan jejak buruk pada sejarah derby ini. Pada tahun 1979, seorang pendukung Lazio, Vincenzo Paparelli dipukul di bagian mata dan terbunuh oleh mercon yang ditembakkan oleh seorang pendukung Rioma dari ujung stadion. Ia menjadi korban tewas pertama akibat kekerasan di sepak bola Italia, pada derby berikutnya para ultras Lazio membalas dengan membunuh fans Rioma.Pada tahun 2004 sebuah peristiwa yang tak terduga terjadi ketika pendukung ultras Rioma memaksa permainan untuk ditunda setelah tersebar desas-desus palsu bahwa seorang anak telah dibunuh oleh polisi sebelum awal permainan.

Dalam derby terakhir pada bulan Desember 2009 musim lalu, wasit juga terpaksa harus menghentikan pertandingan selama sekitar tujuh menit pada saat pertandingan masih berjalan 13 menit di babak pertama. Pemicunya adalah kembang api yang dilemparkan ultras Lazio ke dalam lapangan.


Pendukung Lazio saat derby Roma

RIVALITAS YANG SUDAH MENJADI KEBUDAYAAN

Penduduk Roma sepertinya ingin mengatakan kepada dunia bahwa Derby della Capitale lebih dari sekedar permainan. Klub AS Rioma didirikan sebagai hasil penggabungan dari tiga tim, Roman, Alba-Audace dan Fortitudo, yang merupakan perintah dari rezim fasis yang berkuasa dan diprakarsai oleh Italo Foschi. Hal itu disengaja oleh diktator fasis Benito Mussolini untuk membuat sebuah klub asal Roma yang kuat untuk menantang dominasi klub utara. Namun berkat pengaruh salah satu Jendral Fasis, Giorgio Vaccaro, Lazio memberanikan diri menjadi satu-satunya tim utama dari Roma yang menolak merger tersebut, yang kemudian membuat semacam persaingan dengan AS Roma dari tahun ke tahun.

Pertandingan pertama antara kedua tim diselenggarakan pada tanggal 8 Desember 1929 dan Roma berhasil keluar sebagai juaranya dan persaingan dengan cepat tumbuh di antara kedua tim. Sebenarnya penggemar kedua tim memiliki kesamaan yang dasar yaitu sangat membenci arogansi tim utama Italia bagian utara. Namun karena fakta bahwa Lazio dan Rioma tidak banyak memenangkan piala dibandingkan dengan raksasa dari utara, maka derby ini seperti menjadi pelampiasan bagi mereka untuk membuktikan siapa yang paling dominan di ibukota. Ketidakmampuan mereka untuk dominan di Italia dialihkan untuk menguasai Roma.

Pandangan kedua pendukung yang sempit semakin memperpanas persaingan. Mereka menganggap pertandingan ini sebagai pertempuran antara dua klub untuk memperjuangkan hak untuk mewakili kota-kota di seluruh negara.

Selain itu, penyebab lainnya adalah mengenai asal usul kedua tim. Lazio yang didirikan di distrik Prati pada awalnya berlatih dan bermain di lapangan Rondinella. Sedangkan Roma mulai bermain di Motovelodromo Appio dan kemudian ketika stadion baru mereka selesai dibangun, mereka pindah ke sekitar Testaccio. Hal ini membuat pernyataan ironis, yang dikenal sebagai Sfottò, yang berbicara pada asal usul pendukung kedua tim. Laziale dianggap sebagai orang luar karena mereka diduga berasal dari luar kota Roma. Namun mereka menjawabnya dengan menyatakan bahwa Lazio masuk ke Roma pada tahun 1900, lebih cepat dari AS Rioma yang baru didirikan pada tahun 1927.

Derby Roma juga telah menjadi tempat aksi yang berkaitan dengan politik, sosial dan ekonomi dari beberapa basis pendukung. Kelompok ultras Lazio sering menggunakan swastika dan simbol fasis di spanduk mereka dan mereka telah memperlihatkan perilaku rasis dalam beberapa kesempatan selama pertandingan. Terutama pada derby musim 1998-99 ketika Laziale membentangkan sebuah spanduk berukuran 50 meter bertuliskan, “Auschwitz is your town, the ovens are your houses”. Pemain berkulit hitam dari Roma adalah sasaran dari perilaku rasis dan ofensif tersebut.

Sebuah banner kelompok ultras Lazio juga pernah memajang tulisan “Team of blacks followed by Jews” untuk membalas kelompok ultras Rioma yang sebelumnya mengejek dengan tulisan “Team of sheep followed by shepherds”. Pada tahun 2000 pendukung Lazio menunjukkan dukungan mereka untuk kelompok nasionalis Serbia dan penjahat perang Arkan.

Secara resmi, pihak klub telah menjauhkan diri dari pendukung-pendukung semacam ini, yang membentuk kelompok-kelompok minoritas bergaris keras, dan berjuang untuk memerangi tindakan-tindakan mereka yang merugikan.

KERIBUTAN DI MUSIM SEMI 2004

Derby pada tanggal 21 Maret 2004 terpaksa harus terhenti pada empat menit memasuki babak kedua, dengan skor sementara 0-0, ketika huru-hara pecah di tribun penonton dan presiden Liga Sepakbola Italia, Adriano Galliani, memerintahkan wasit Roberto Rosetti untuk menangguhkan pertandingan.

Kerusuhan, yang diwarnai saling melempar kembang api, dimulai dari penyebaran desas-desus bahwa seorang anak laki-laki tewas tertabrak mobil polisi di luar stadion. Cerita ini cepat menyebar ke para pemain ketika tiga pemimpin kelompok ultras LAZIO berjalan memasuki lapangan untuk berbicara dengan Francesco Totti, kapten Rioma. Mereka mengancam Totti, yang terdengar di siaran TV sebagai sebuah ancaman kematian. Totti kemudian meminta untuk menghentikan pertandingan, dan Adriano Galliani yang dihubungi oleh wasit melalui telepon selular dari lapangan akhirnya memerintahkan permainan ditunda.

Setelah itu pertempuran berkepanjangan antara para penggemar dan polisi pun terjadi, beberapa stan yang berdiri dibakar dan orang-orang berlarian keluar stadion. Kerusuhan akhirnya berakhir dengan 13 orang diamankan dan lebih dari 170 polisi mengalami luka-luka. Polisi terpaksa harus memakai gas air mata setelah penggemar terus-terusan melempar kembang api dan mulai membakar mobil dan sepeda motor di luar stadion.

Ternyata rumor kematian anak yang menjadi pemicu kerusuhan itu adalah palsu. Banyak teori muncul untuk menjelaskan mengapa sekelompok ultras menginginkan permainan saat itu dihentikan. Diyakini bahwa ultras hanya ingin menyerang polisi, dan memberikan kesempatan untuk mendemonstrasikan kekuasaan mereka.

Pertandingan itu diulang pada tanggal 28 Maret dan berakhir imbang 1-1 tanpa terjadi masalah. Hasil imbang tersebut membuat Rioma telah menyia-nyiakan kesempatan terakhir mereka untuk mengejar pemimpin Serie A saat itu AC Milan.

Untuk sejarah pertemuan kedua klub tersebut, berdasarkan wikipedia total pertandingan yang telah mempertemukan kedua klub ibukota tersebut telah mencapai tota 161 pertandingan, dengan Lazio memenangkan 44 pertandingan, seri 59 pertandingan dan kalah 58 pertandingan.

berikut adalah data statistik Derby della Capitale serta beberapa catatan rekor pertemuan kedua tim tersebut. (sumber : Wikipedia)


1. Derby pertama dilangsungkan pada tanggal 8 Desember 1929, yang berakhir 1-0 untuk kemenangan Roma, gol dicetak oleh Rudolfo Volk.
2. Lazio memenangkan Derby pertama kali pada tanggal 23 Oktober 1932, dengan skor 2-1 oleh Demaria, Castelli (L) dan Volk (R).
3. Tanggal 29 November 1953 adalah pertama kali Derby della Capitale dilangsungkan di Stadion Olimpico, Roma, yang berakhir dengan kedudukan seri 1-1, gol oleh Carlo Galli (R) dan Paquale Vivolo (L).
4. Kemenangan terbesar Roma adalah di tahun 1933/1934 dengan skor 5-0, sedangkan kemenangan terbesar Lazio yaitu di tahun 2006/2007 dengan skor 3-0
5. Lazio mencetak rekor dengan membubuhkan kemenangan beruntun terbanyak dalam satu musim penuh yakni 4 kali derby di musim 1997/1998 dengan 2 kemenangan liga (3-1 dan 2-0) serta 2 kemenangan di perempat final Coppa Italia (4-1 dan 2-1)

Rekor Pemain

1. Fransesco Totti adalah pemain yang paling banyak melakoni Derby della Capitale, sebanyak 27 partai. Pemain Lazio yang paling banyak bermain dalam Derby della Capitale adalah Aldo Pulcinelli dan Guiseppe Wilson, yakni sebanyak 19 partai.
2. Dino Da Costa dan Marco Delvecchio adalah pemain yang paling banyak mencetak gol pada Derby della Capitale dengan 9 gol. Sedangkan untuk pemain Lazio terbanyak adalah Silvio Piola dengan 6 gol.
3. Vincenzo Montella mencetak rekor dengan gol terbanyak dalam satu partai derby, yakni saat mencetak 4 gol pada derby tanggal 11 Maret 2002 saat mengalahkan Lazio 5-1.
4. Arne Selmosson adalah satu-satunya pemain yang pernah mencetak gol dalam Derby untuk SS Lazio dan AS Roma.
5. Beberapa nama pemain yang pernah membela Lazio ataupun Roma dalam Derby della Capitale ini, yakni Fulvio Bernardini, Luigi Di Biagio, Attilio Ferraris IV, Diego Fuser, Lionello Manfredonia, Sinisa Mihajlovic, Angelo Peruzzi, Arne Selmosson, Sebastiano Siviglia dan Roberto Muzzi.

Irriducibili History

Ultras adalah salah satu fenomena yang menarik untuk dibahas dengan kaitannya dengan klub yang kita puja SS LAZIO 1900. Sebagai gambaran singkat Ultras terbesar Lazio yaitu Irriducibili (unshakeable) adalah salah satu Ultras yang paling fanatik dan berbahaya di Italia.

Ultras pertama dalam sejarah Italia adalah sekelompok pendukung klub sepakbola berusia sekitar 15 sampai 25 tahun yang jelas dapat dibedakan dengan model klasik pendukung sepakbola dewasa, yang lahir sekitar akhir tahun 1960an dan awal 1970an. Mereka biasanya berkumpul di bagian paling murah di stadion, dan biasanya mereka mendapat keringanan tiket oleh klub, dan dengan segera mereka menjadi sebuah karakter unik dari keseluruhan sepak bola Italia. Mereka sangat dapat dibedakan dengan penonton biasa yaitu mereka selalu berkumpul membentuk kelompok-kelompok dengan banner berukuran raksasa bertuliskan nama kelompok (berdasarkan tempat terbentuknya atau kesamaan orientasi politik) dan memakai pakaian-pakaian militer (hardcore ultra) dengan aksesoris wajibnya yaitu parka, sepatu boot Dr. Marten, pakaian perang dan jaket yang dikalungi syal dengan warna klub yang mereka cintai. (sangat kontras dengan penampilan supporter di Indonesia).

Ultras pertama dan tertua di Italia adalah Milan's Fossa dei Leoni ( Sarang Singa ) yang didirikan pada tahun 1968, yang kemudian menetap di bagian paling murah di stadion San Siro di sektor 17. Kemudian pada tahun 1969 muncullah Ultras Sampdoria (kelompok pertama yang menyebut diri mereka ultras), diikuti oleh "The Boys" dari Inter Milan. Dan pada tahun 1970an banyak bermunculan ratusan kelompok-kelompok kecil di stadion yang kemudian membentuk kelompok besar seperti Yellow-blue Brigade Verona, Viola Club Viesseux Fiorentina ( 1971), Naples Ultras (1972), Red and Black Brigade Milan, Griffin's Den Genoa dan Granata Ultras Torino (1973), For Ever Ultras Bologna (1975), Juventus Fighters (1975), Black and Blue Brigade Atalanta (1976), Eagle's Supporters Lazio dan Commando Ultras Curva Sud (CUCS) Roma (1977).



Kembali ke Lazio Ultras. Sejarah pendukung Lazio dimulai di Curva Sud di akhir tahun 1960an, mengikuti pergerakan tahun 1968. Ketika para kelompok-kelompok kecil pendukung muda Lazio menemukan tempat mereka di stadion Olimpico. Mereka adalah Ultras pertama, dan nama-nama kelompok mereka antara lain, Tupamaros, Aquile, Ultras, Vigilantes, NAB, CAST, dan Marines.

Tetapi mereka akhirnya terbagi dan membentuk kelompok yang lebih besar. Jadi, pada tahun 1971 muncullah sejarah lahirnya kelompok supporter terorganisasi pertama Lazio, yakni COMMANDOS MONTEVERDE LAZIO, yang namanya berasal dari salah satu bagian dari kota Roma, yang lebih sering dikenal dengan nama C.M.L '74, karena pada tahun itu Lazio scudetto untuk pertama kalinya.

Pada tahun 1976, kelompok-kelompok dari Curva Sud memutuskan untuk bersatu dalam nama G.A.B.A, yang kemudian menjadi EAGLES SUPPORTERS pada tahun berikutnya, yang terkenal dengan banner bahasa inggris 56 meternya yang akhirnya pindah ke Curva Nord. Pada tahun 1978 kelompok lainnya yaitu VIKING muncul di Curva Sud (mereka adalah kelompok paling keras dan sangat berorientasi politik pada waktu itu) dengan helm viking dan kapak bipens sebagai simbolnya.

Tanggal 28 Oktober 1979 akan dikenang sebagai hari paling kelam dalam sejarah pendukung Lazio ketika dalam pertandingan derby antara Roma dan S.S. Lazio, salah satu dari 15 ribu pendukung Lazio di Curva Nord, yakni Vicenzo Paparelli (33 tahun) tewas terkena terjangan roket yang diluncurkan oleh pemuda berusia 17 tahun dari Curva Sud (Pendukung RIOMA MERDA).

Pada tahun yang sama EAGLES SUPPOETERS memutuskan untuk berpindah tempat ke CURVA NORD dan diikuti semua kelompok lainnya kecuali VIKINGS (akhirnya pindah 2 tahun kemudian).

Dan di tahun 1987 mulai pertandingan melawan Padova, EAGLES SUPPORTERS bukan lagi satu-satunya kelompok yang mendukung S.S. Lazio di Curva Nord karena untuk pertama kalinya muncul sebuah kelompok baru bernama IRRIDUCIBILI yang muncul dengan banner 10 meter bertuliskan nama kelompok mereka. Kehadiran IRRIDUCIBILI mengubah total cara mendukung klub dengan cara menghilangkan alat musik seperti drum-drum, terompet dan memperkenalkan sorakan-sorakan ala supporter Inggris. (Jadi ketika kini anda menonton pertandingan Italia yang pendukungnya tidak lagi mempergunakan alat musik itu semua berkat usaha kelompok Lazio kita, IRRIDUCIBILI).Akhirnya pada tahun 1992 EAGLES SUPPORTERS, yang tetap mengikuti gaya lama, hilang dan bubar di Curva Nord.

Musim 2002-2003 adalah musim yang benar-benar penting bagi IRRIDUCIBILI karena mereka memasuki usia 15 tahun, dan di tahun yang sama S.S. Lazio memutuskan untuk memberikan Curva Nord jersey nomor 12, yang akan di pensiunkan selamanya dan akan selalu menyimbolkan pentingnya dan kecintaan para fans akan LAZIO.

Sekarang Curva Nord di jaga oleh IRRIDUCIBILI, C.M.L '74, VIKINGS, BANDA NOANTRI, kelompok ANNI '70, VETERANI di Tribun Tevere dan LEGIONE di Curva Sud.

Dan berikut ini adalah salah satu orientasi kehidupan pendukung Lazio dengan Irriducibilinya yang kata banyak pakar sangat rasis dan konservatif.

Salah satu contoh yang paling kentara aroma persaingan politiknya adalah Lazio - Atalanta. Dimana Lazio (Irriducibili = unshakeable) adalah right-wing (ultrakonservatif) sedangkan Atalanta adalah left-wing sejati (liberal) dan bahkan ultras Livorno (Brigate Autonome Livornesi) adalah pendukung sejati komunisme dimana banyak banner2 mereka yang berlambang parang dan sabit, simbol anarki, dan che guevara tertampang dibeberapa tribun khususnya curva nord dan curva sud (tentu dlm bahasa italia).

Memang banyak orang mengkritik Laziali karena mereka sangat konservatif dalam beberapa hal, misalnya sampai saat ini masih rasis (walaupun pernah ada Aaron Winter, Liverani, Manfredini, Dabo,Makinwa, Mudingayi, dll), dan sangat membenci kaum Yahudi (laziali italia banyak yg tergabung dalam klmpk Skinhead r Facist (Di Canio, dia mengatakan "I'm a fascist, not a racist... The salute is aimed at my people. With the straight arm I don't want to incite violence and certainly not racial hatred." (Di Canio adalah pemain lazio yang pada masa mudanya pernah bergabung dengan ultras lazio Irriducibili dan dia mengikrarkan Hidupnya untuk lazio). Tapi itu kan tidak mewakili keseluruhan orientasi politik laziali di seluruh dunia (kyknya laziali di Indonesia sedikit melupakan orientasi politiknya) dan jangan sampai kita disebut sebagai armchair fans.

Dan juga bila orang mengatakan bahwa musuh utama lazio adalah RIOMA MERDA adalah benar (undeniable) dan telah menjadi hukum alam bagi seluruh laziali, tapi kebencian itu semata2 hanya karena masalah domisili, dimana di kota roma ada 2 klub, dan kita sedang berperang dgn mereka untuk menjadi siapa yang menjadi king of rome (itu wajar) (sejarah membuktikan lazio adalah klub sepak bola pertama dikota roma bahkan di italia selatan) tapi dari segi politis kita masih ada beberapa kesamaan dengan mereka walupun tidak besar. (para ghettos n nigger banyak yang menjadi pendukung roma, dan itu menjadi aib bagi lazio) (coba sebutkan berapa banyak nigger yg pernah maen di lazio dibandingkan roma). Rome is ghettos home.

Sebenarnya klo membicarakan ultras, kita harus membicarakan bagaimana mereka tersebut terbentuk, biasanya mereka terbentuk karena kesamaan domisili, politik, memori masa lalu, atau mempunyai favorit player yang sama. Tapi pada akhirnya ultras memang harus dihadapkan dengan politik, hal itulah yang membuat ultras semakin menarik untuk dibicarakan




.referensi : http://fahmychaidarrahman.blogspot.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar